Kabaroposisi.net | BANYUWANGI –
Oleh : Adi Cahyono, SH., S,Sos., M.H
Bid Otonom Advokasi PABPDSI
Provinsi Jawa Timur
Tinjauan Yuridis Pengelolaan Tanah Bengkok yang tidak sesuai dengan PP No 43 Tahun 2014, bisa dikategorikan sebagai Tindak Pidana Korupsi. Inilah penjelasan tinjauan Yuridis saya atas persoalan yang dimaksut.
Sebagaimana diatur Pasal : 91 Seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening Kas Desa, dan penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa. Artinya Hasil Pengelolaan Tanah Bengkok berupa Uang/Dana harus masuk ke Rekening Kas Desa sebagai Pendapatan Asli Desa (PAD) yang penggunaanya ditetapkan dalam APBDes.
Pasal : 92 Pencairan dana dalam rekening Kas Desa ditandatangani oleh Kepala Desa dan Bendahara Desa. Dalam Pasal 100 ayat 1 dan 2 PP No.47/2015jo. PP No.11/2019 Ayat (1) Belanja Desa yang ditetapkan dalam APBDesa digunakan dengan ketentuan sebagai berikut;
a. Paling sedikit 70% (tujuh puluh per-seratus) dari jumlah anggaran belanja Desa untuk mendanai : 1). Penyelenggaraan Pemerintah Desa termasuk belanja operasional Pemerintahan Desa dan Insentif Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW), 2). Pelaksanaan Pembangunan Desa, 3). Pembinaan Kemasyarakatan Desa, 4). Pemberdayaan Masyarakat Desa.
b. Paling banyak 30% (tiga puluh per-seratus) dari jumlah Anggaran Belanja Desa untuk mendanai : 1). Penghasilan Tetap dan Tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa Lainnya, 2). Tunjangan dan Operasional Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Pada Ayat (2) : Penghitungan belanja Desa sebagaimana dimaksut pada Ayat (1) di luar pendapatan yang bersumber dari hasil pengelolaan Tanah Bengkok atau sebutan lainnya. Artinya berdasarkan ketentuan Pasal : 100 Ayat (1) dan (2) PP 47/2015 jo. PP 11/2019 di atas. Hasil Pengelolaan eks Tanah Bengkok tetap harus ditetapkan dalam APBDes diterima sebagai Pendapatan Asli Desa (PAD) dibelanjakan dalam kegiatan tetapi tidak masuk (di luar) ketentuan perhitungan Belanja (>70%, <30%).
Di Ayat (3) : Hasil Pengelolaan tanah Bengkok atau sebutan lainnya sebagaimana dimaksut pada Ayat (2) Dapat digunakan untuk tambahan tunjangan Kepala Desa, Selertaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksut pada Ayat (1) huruf b angka 1.
Artinya ketentuan pasal : 100 Ayat (3) PP No. 47/2015 jo. PP No. 11/2019 ini, menjadi dasar pemberian tambahan tunjangan aparatur pemerintah desa dari hasil pengelolaan Tanah Kas Desa (TKD) dari eks Tanah Bengkok. Pemberian Tambahan Tunjangan tersebut adalah “DAPAT”.
Norma “DAPAT” pengertiannya secara hukum artinya boleh, bias atau tidak dilarang akan tetapi tidak wajib/harus. Karenanya, hasil pengelolaan eks Tanah Bengkok juga dapat digunakan untuk selain Tambahan Tunjuangan.
Kesimpulan : – Eks Tanah Bengkok merupakan aset Desa masuk kelompok Tanah Kas Desa (TKD), – Eks Tanah Bengkok wajib dikelola sesuai ketentuan Permendagri No. 1 Tahun 2016 yang Pemanfaatannya dalam bentuk Sewa, Kerjasama Pemanfaatan, Bangun Guna serah/Bangun Serah Guna, – Bentuk Pemanfaatan serta Penggunaan hasil Panfaatan diatur dalam Peraturan Desa (Perdes), – Hasil Pengelolaan/Pemanfaatan masuk ke rekening Kas Desa menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD), yang ditetapkan dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), – Besaran Tambahan Tunjangan ditetapkan dalam Peraturan Desa (Perdes). (*red).