KABAROPOSISI.NET|Surabaya, – Puluhan jurnalis Jawa Timur berdiri berjajar di pinggir kolam renang, The Square Hotel. Dengan berdo’a wujud penghormatan terhadap rekan jurnalis Demas Laira wartawan dari kabardaerah.com, yang menjadi korban dalam peliputan.
Jurnalis muda asal Mamuju, Sulawesi Barat yang mengalami nasib tragis. Mati di ujung pisau. Ada 16 cabikan dan tusukan di sekujur tubuhnya.
Komunitas Jurnalis Jawa Timur, yang dikomando Slamet Maulana atau Ade, memimpin do’a agar Demas Laira diterima disisi Nya serta diberi kekuatan bagi keluarga yang ditinggalkannya.
Sejurus kemudian suasana berganti ceria. Lomba KJJT dalam rangka 17-an dilanjutkan. Ada lomba pakai celana kolor tanpa kedua tangan, lomba piring tepung, lomba makan kerupuk dan memasukkan paku ke botol. Jumat (21/8/2020)
Bahkan dentuman kendang suara musik dangdut mampu menggeliatkan serombongan anggota KJJT dari Magetan, Arief Londo, Supriyanto, dan teman lainnya semakin asik mengikuti lomba.
Apalagi setelah Abdul Muiz, owner CowasJP.com, yang juga mantan wartawan senior Jawa Pos ini menceritakan pengalaman selama menjadi ‘anak buah’ the maestro media Dahlan Iskan.
Wartawan itu kritis. Juga harus cerdik. Selain itu juga dibutuhkan kecerdasan. Wartawan harus mampu memainkan otak kiri dan kanan. Karena tahu banyak hal. Meski sedikit memiliki skil khusus lain.
“Kami masih belajar. Bagaimana kami di lapangan agar benar dalam teknik wawancaranya, karena rata rata di lapangan pertanyaan tak keluar ketika berhadapan dengan nara sumber apalagi door stop,” tukasnya.
Cak Amu, sapaan akrab Abdul Muiz, memberi pencerahan, dan pemahaman terkait teknik wawancara, dan konfirmasi bergantian dengan Cak Supriyadi atau Mbah Pri, mantan wartawan Memorandum dan Cak Isma, mantan Pemred Memo Timur pemegang UKW Utama Dewan Pers.
Ada serius, ada juga gelak canda. Sesekali Cak Amu, mengeluarkan joke segarnya. Dengan logat Suroboyan, penggemar olah raga Gowes ini, ketika menemukan topik menarik untuk diangkat di medianya, satu kata, “pancaal Caak”.
Mendadak suasana menjadi religius dan khidmat ketika Cak Amu, meminta agar semua anggota KJJT meniati aktivitas sebagai wartawan, atau jurnalis sebagai wujud ibadah kepada Allah.
“Jangan sampai kita wartawan matinya ‘melet’. Lidah itu tak bertulang kawan. Niati ibadah, mengajak kebaikan dan melawan kemungkaran. Amar makruf nahi munkar. Itu karena Allah, itu saja,” tegasnya.
“Sampai ketemu di acara puncak penilaian lomba karya tulis jurnalistik pada 31 Agustus 2020, di tempat ini ya kawan. Acara puncak itu pembagian hadiah bagi pemenang lomba ya…!, jangan lupa. Selamat jalan,” ujar Cakisma, pemandu acara menyudahi acara.(***)