KABAROPOSISI.NET.|BANYUWANGI – Entah aturan apa yang jadi acuan Paguyuban Pasar Wit – Witan Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi. Hanya gegara pelapak bernama Slamet atau yang lebih akrab dengan julukan mama Memed itu. Kabarnya tidak dibolehkan lagi berjualan sebagai pelapak di Pasar Wit – Witan.
Kabar masalah tersebut ramai jadi perbincangan para pelapak lain yang merasa iba kepada nasib Memed dan menyayangkan kebijakan pengurus Paguyuban yang dinilainya kurang tepat sekali. Para pelapak yang tidak bisa disebut namanya satu per satu itu ngobrol tentang nasib Slamet alias Memed yang intinya kasihan. Bila benar adanya maka nasib Slamet “ibarat sudah terjatuh tertimpa tangga pula”.
Slamet alias Memed saat dikonfirmasi kenapa dirinya tidak boleh lagi jualan di Pasar Wit – Witan,
“Alasannya karena tidak pernah buka lapak selama Pasar Wit Witan buka lagi”, jelasnya.
Lanjut awak media pertanyakan apa alasannya Memed tidak buka selama itu, dijawabnya.
“Alhamdulillah saya dapat ujian Emak (ibu) sakit kena stroke serangan kedua, jadi tangan dan kaki kiri lemas. Makan minum dan duduk harus di bantu Pak”, kata Memed dengan nada haru.
Pasalnya sebagaimana diceritakan teman-temannya, Slamet alias Memed itu adalah tulang punggung keluarganya. Dan kabarnya Slamet ini adalah salah satu bagian dari penggagas berdirinya Pasar Wit – Witan. Bahkan Slamet ini sering membantu bagaimana Pasar Wit – Witan bisa ramai pengunjung dengan melakukan kontak dengan teman dan relasinya di luar kota Banyuwangi.
Berikut awak media konfirmasi salah satu pengurus Paguyuban bernama Sutrisno, kesalahan apa yang sangat fatal bagi Slamet, sehingga tidak diperbolehkan jualan lagi di Pasar Wit Witan itu ?
“Kalau kasalahan Slamet banyak yang perlu kita garis bawahi, ini tidak bisa menentukan kesalahan satu pihak. Dan harus ada cara-cara penyelesain ketemu”, ucap Sutrisno.
Tak puas awak media minta Sutrisno menjelaskan secara rinci kesalahan apa saja yang dimaksutnya banyak itu, dijelaskan.
“1.Tidak tunduk dan melanggar Program yang tidak tugas ketentuan paguyuban.
2. Berapa minggu tidak ada jualan. Mengalihkan pelapak tidak lapor. Ini sudah ada peringatan dari paguyuban ini sanksi sudah ada tetap dilanggar.
3. Jika ada pemberitahuan dari lembaga yang ada ini langsung ngeser di WA tanpa ada kordinasi pada paguyuban sehingga dengan ada kesalahan yang dia lakukan paguyuban punya tindak”, urainya.
Lanjut awak media pertanyakan juga kepada Sutrisno, apakah kebijakan Ketua Paguyuban sebelumnya yang mendatangkan Wahana Modern Mainan Anak-Anak. Yang sempat geger karena tidak melalui musyawarah dengan pelapak tidak melanggar aturan di Paguyuban ?. Sayangnya Sutrisno tidak bisa menjelaskan bahkan arahkan awak media pertanyakan langsung kepada Ketuanya.
“Hal ini tanyakan sama ketua ok”, jawab Sutrisno.
Disinggung soal apakah Paguyuban Pasar Wit – Witan punya AD/ART yang memuat tentang aturan dan sangsi- sangsi bagi pelapak yang dianggap melakukan pelanggaran. Sutrisno juga tidak memberikan respon apapun untuk menjelaskannya. (r35).