KABAROPOSISI.NET|Blora, _ Non government Organisasion ( NGO ) atau dikenal Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Jalan Lurus (GJL) mencoba membantu warga Jepon Blora terkait pengurusan biaya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangun sertifikat tanah hak milik nama Siti Pujiatun, warga dukuh Karangpace Ngawen Kelurahan Jepon Kab Blora.
Hari ini Kamis 3/12/2020 Siti Pujiatun bersama Gerak Jalan Lurus mendatangi BPPKAD Blora, Siti Pujitun merasa keberatan atas biaya BPHTB atas tanah yang dibeli setahun lalu dengan harga Rp. 95 Juta dari kakaknya sendiri bernama Ismiyatun.
“Saat itu yang mengurusi sertifikat tanah itu melalui kakak saya beli sebesar Rp. 95 Juta, itupun dulu perjanjiannya kakak saya diuruskan sertifikatnya nanti ke atas nama saya, karena sudah menunggu lama setahun lebih belum diurus, akhirnya saya urus sendiri melalui Notaris biayanya terlalu mahal sekali hingga Rp. 26 Juta,” Ungkapnya.
Sementara itu Rianta ketua GJL mendampingi langsung Siti Pujiatun menambahkan jika biaya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangun dengan nilai sebesar 26 juta dari harga beli ini terlalu tinggi, seharusnya Nilai 95 juta dikurangi 60 juta sesuai regulasinya maka yang dikenai BPHTPnya 35 juta dikalikan 5% dikenai biayanya 1.750.000, tapi ini sampai 26 juta.
” Sedangkan di Kabupaten lain yang dekat di Blora biaya yang dikenakan hanya dikenai 2,5%, Kedepan semoga biaya BPHTP di Blora bisa seperti di sebelah,” ucapnya
Lebih Lanjut Soekartono Kabid Pendapatan BPPKAD Blora mengatakan persoal tersebut kami tidak tahu, nilai BPHTP senilai 26 juta mungkin itu termasuk biaya operasional Notarisnya, yang jelas tanah tersebut belum terdaftar di BPPKAD.
” Untuk biaya BPHTB akan diketahui jika data data sudah terdaftar di BPKKAD nantinya akan di pelajari sehingga bisa menentukan biaya karena juga harus cek dilapangan, ” jelasnya
Soal keberatan dengan biaya BPHTB ini bisa berkurang dengan pertimbangan lain dan melihat komponennya, biaya itu bisa berkurang 50% didapatkan dari Waris, ” tegasnya.
Perlu diketahui bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pungutan biaya yang ditagih oleh pemerintah pusat. Namun, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengubah keputusan tersebut. Kini, ditagih langsung oleh pemerintah kabupaten atau kota. (GaS)