Rahmad: Manfaat ganja tidak sebanding risiko bahayanya buat anak bangsa.
KABAROPOSISI.NET|Jakarta, – Politikus PDI Perjuangan Rahmad Handoyo menolak jika keputusan PBB mengenai penggunaan ganja untuk keperluan di bidang medis diberlakukan di Indonesia.
Apalagi, lanjutnya, jika penggunaannya juga dilegalkan, maka dipastikan Bangsa ini akan melahirkan generasi kriminal dan idiot.
“Kita tegas menolak aturan yang telah diputuskan lewat voting, berlaku di Indonesia karena berbahaya buat anak bangsa,” kata Handoyo kepada Gesuri, Jumat (4/12).
Lebih lanjut Handoyo mengatakan sebagai bangsa tentu kita menghormati rekomendasi WHO yang dibawa dalam PBB dan sudah diputuskan untuk mengijinkan ganja dalam kepentingan medis serta menghapus ganja dari obat yang paling berbahaya.
“Dan kalau tidak salah Indonesia juga tegas menolak kebijakan ini, meskipun keputusan ini telah diambil, namun kita punya amanah rakyat yang harus dihormati oleh siapapun juga termasuk WHO dan PBB sekalipun, yaitu UU no 25 tahun 2009 tentang narkotika, dimana ganja diatur tegas pelarangnya dan masuk dalam golongan 1, dengan penyalahgunaan diancam hukuman mati paling berat”, ujarnya.
Bahkan, ujar Handoyo, kalau tidak salah Indonesia secara resmi menolak terhadap usulan pelonggaran soal ganja oleh WHO. Dengan diputuskannya oleh PBB tentu akan mengubah peta Internasional terhadap kebijakan soal ganja namun ia yakin banyak ahli berpendapat hasil pemungutan suara ini tidak akan langsung berdampak pada pelonggaran kontrol internasional terhadap ganja.
“Termasuk kita di Indonesia dikarenakan setiap negara memiliki yurisdiksi atau ketentuan hukum yang berlaku di suatu wilayah masing-masing. Negara yang harus dihormati,” ungkapnya.
Rahmad mencontohkan khusus di Indonesia saat ini sebagai anak bangsa terus tidak kendur perang terhadap narkoba yang di dalamnya termasuk ganja, sebab ganja meski ada dampak asas manfaat dari segi kesehatan namun dampak rusaknya sangat berat dan sangat berbahaya.
Ia mengingatkan berapa orang rakyat Indonesia mati akibat narkoba, sudah banyak generasi Indonesia hilang karena narkoba, maka amanah rakyat indonesia harus dihormati dan kawal sampai kapanpun dan benar-benar terbebas dari narkoba.
Ia mencatat narkoba telah membuat ribuan anak bangsa, penerus masa depan bangsa mati sia-sia sebab penyalahgunaan narkoba, dan ini tidak boleh dibiarkan dalam bentuk pelonggaran aturan narkoba atau dalam bentuk apapun yang melawan UU.
Meskipun diluar Indonesia ada pelonggaran dan penelitian terhadap ganja untuk kepentingan medis maupun kepentingan lainya, sambungnya, maka sebagai bangsa Indonesia harus tegas mengawal amanah rakyat dalam bentuk UU narkoba.
Saat ini memang banyak negara sudah melakukan pelonggaran dalam menggunakan ganja untuk keperluan medis. Namun, menurutnya, manfaat ganja tidak sebanding dengan risiko dan bahaya ditimbulkan.
“Manfaat ganja tidak sebanding risiko bahayanya buat anak bangsa,” ujarnya.
Meski begitu, anggota Komisi IX DPR RI ini tetap menghormati keputusan yang diambil PBB. Dia mengingatkan, Indonesia memiliki aturan tegas yang menolak keputusan itu.
“Meskipun keputusan ini telah diambil, namun kita punya amanah rakyat yang harus dihormati oleh siapa pun juga, termasuk WHO dan PBB sekalipun, yaitu UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Narkotika,” ujarnya.
“Di mana ganja diatur tegas bahwa ganja diatur pelarangannya, dan masuk dalam golongan 1, dengan penyalahgunaan diancam hukuman mati paling berat,” sambung Handoyo.
Untuk diketahui, Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya memutuskan menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia, dan disetujui untuk keperluan medis. Keputusan ini diambil dari hasil voting yang dilakukan PBB dari 53 negara anggota.
Sejak Januari 2019, rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghapus ganja dari Jadwal IV Konvensi Tunggal 1961 tentang Narkotika, yang memasukkannya ke daftar opioid berbahaya dan adiktif seperti heroin.
Rahmad juga menambahkan ada beberapa catatan penting jika ganjar dilegalkan, pertama, boleh saja ganja dilegalkan oleh pabrik-pabrik farmasi sebagai bahan membuat obat.
Kedua, namun Pemerintah RI tetap tidak boleh melegalkan penanaman, peredaran, dan penggunaan ganja.
Ketiga, kalau penanaman, peredaran/transaksi penjualan dan penggunan “dilegalkan”, maka dikhawatirkan semua petani akan beralih menanam ganja (karena nilai ekonominya sangat tinggi), sehingga tidak ada lagi yang bertanam padi sawah, sayuran, buah-buahanan dan sebagainya.
“Bahkan salah-salah nanti ada PTP yang bergerak dalam perkebunan ganja,” pungkasnya. (red)