Adat Kebo-Keboan Alasmalang Pernah Menggelegar, Kenapa Tidak Digelar ? Inilah Alasannya

Kabaroposisi.net.|BANYUWANGI – Beberapa tahun sebelumnya setiap pergantian Tahun Baru Islam di bulan Muharam yang lebih dikenali oleh masyarakat dengan sebutan bulan “Syuro” jauh-jauh aroma akan digelarnya adat ritual “Kebo-Keboan” Desa Alasmalang sudah merebak ke mana-mana. Hal itu karena setiap warga Desa Alasmalang gelar acara seremonial adat ritual “Kebo-Keboan” bukan main meriahnya dan menyedot perhatian pengunjung yang luar biasa.

Dibuatnya patung “Kebo-Keboan” di perempatan Wonorokso terlihat gagah tentu bukan tanpa alasan. Bisa jadi itu sebagai sebuah monumen cara masyarakat untuk mengenang sebuah peristiwa atau seorang tokoh tertentu.

Bacaan Lainnya

Oleh karena itu, patung “Kebo-Keboan” Alasmalang dibuat tujuannya bisa jadi adalah sebagai bentuk penghormatan kepada leluhurnya menggagas adanya kegiatan ritual adat “Kebo-Keboan”.

Setidaknya keberadaan patung tersebut sebagai penanda atau informasi kepada masyarakat luas bahwa di Desa Alasmalang itulah kegiatan ritual adat “Kebo-Keboan” dilaksanakan tiap tahunnya.

Sehingga jadi pertanyaan masyarakat luas, kenapa seremonial ritual adat “Kebo-Keboan” Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi yang sudah menggelegar namanya dan berbau wisata itu, pada Tahun Baru Islam 1444 H (Syuro) kali ini tidak digelar…?.

Sementara di tempat-tempat lain kegiatan seremonial ritual adat dilaksanakan, seperti Petik Laut Muncar, Lampon, Keboan Desa Aliyan dan lainnya. Untuk mengetahui tentang kenapa-kenapanya awak media gali informasi dari Camat Singojuruh Drs. Bambang Santosa, MAP, Kepala Desa Alasmalang Hadi Surigo, H. Gunawan (Tokoh Masyarakat), dan Agus Suhaili (Tokoh Masyarakat) Desa Alasmalang Selasa 2/8/2022.

Drs. Bambang Santosa, MAP (Camat Singojuruh) dalam konfirmasinya menyampaikan bahwa terkait kegiatan “Kebo-Keboan” sudah dilakukan rapat 3 (tiga) kali bersama tokoh masyarakat “Keboa-Keboan” yang ada di Alasmalang.

“Terkait adat Kebo-Keboan Alasmalang sebenarnya kemarin kami sudah melaksanakan rapat tiga kali bersana tokoh masyarakat Kebo-Keboan yang ada di Alasmalang. Cuma pada saat terakhir rapat saya gak diundang ternyata adat Kebo-Keboan Alasmalang ditiadakan dengan alasan anggaran yang disediakan oleh pihak Desa tidak cukup untuk mengkafer kegiatan adat Kebo-Keboan yang ada di Asmalang. Yang disediakan olek Pak Kades anggarannya hanya 15 juta, dan kami dari Kecamatan membantu 1 juta jadi 16 juta. Dan akhirnya diputuskan oleh masyarakat di sana nanti acaranya hanya selamatan biasa saja yaitu selamatan bersih desa yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus”, papar Camat Bambang.

H. Gunawan selaku tokoh masyarakat yang juga diketahui cukup lama pernah ewuk pakewuh dalam kegiatan seremonial ritual adat “Kebo-Keboan” Alasmalang itu. Dikonfirmasi persoalan yang sama yaitu tentang kenapa seremonial ritual adat “Kebo-Keboan” Alasmalang tidak digelar padahal sudah go internasional, dijawabnya.

“Ya karena di ADD tidak ada anggaran, Pemerintah Desa tidak mengalokasikan, kalau dulu dianggarkan 80 juta yang sekarang tidak, katanya habis untuk penanganan Covid-19. Awal-awalnya sudah direncakan kegiatan seremonial ritual adat Kebo-Keboan itu, tapi ternyata ditiadakan”, jawabnya.

Imbuh H. Gunawan Banyuwangi Festival itu sangat perannya, makanya Pemerintah Desa harus segera turun tangan,

“Desa-Desa lain bingung mencari icon untuk mengangkat nama desa, ada yang buat pasar, buat sentra ini, sentra itu. Sementara Desa Alasmalang sudah punya icon internasional melalui ritual adat “Kebo-Keboan” kenapa diterlantarkan, kan eman-eman ayo disengkuyung bersama. Jangan lihat saya, jangan soal like and dislike, demi kebaikan bersama ayo dirawat budaya ini dengan tulus ikhlas”, imbuhnya.

H. Gunawan berharap agar kegiatan adat “Kebo-Keboan” diambil alih oleh Pemerintah Desa. Dimintanya agar Pemerintah Desa melestarikan adat “Kebo-Keboan” yang sudah go internasional. H. Gunawan dengan tegas katakan bahwa dirinya selama cawe-cawe dalam kegiatan “Kebo-Keboan” Alasmalang tidak punya kepentingan apa-apa kecuali ikut nguri-nguri kebudayaan para leluhurnya.

Kepala Desa Alasmalang Hadi Surigo, bantah kalau dikatakan Pemerintah Desa tidak memperhatikan kegiatan adat “Kebo-Keboan” di desanya. sudah merencanakan anggaran untuk kegiatan Kebo-Keboan berapa-berapanya, yang dulu dianggarkan 80 juta, karena situasi kondisi seperti ini minimal dianggarkan 50 juta. Ternyata setelah dianggarkan dan belum diajukan sudah ada informasi dari Pemerintah Daerah untuk kegiatan Kebo-Keboan dipending mengingat situasi Covid-19. Akhirnya karena dipending dilakukan Musdes lagi bersama BPD anggaran yang semula direncanakan untuk adat “Kebo-Keboan” dialihkan pada kegiatan Desa yang lainnya.

Berikut Kades Hadi Surigo untuk alternatif tetap agar ritual adat (selamatan) tetap bisa dilaksnakan, maka Pemerintah Desa alihkan anggaran pengelolaan sampah di Dusun Krajan sebesar 15 juta untuk kegiatan selamatan biasa saja. Kalau dikatakan Pemerintah Desa Alasmalang abai pada kegiatan seremonial ritual adat, “Kebo-Keboan” ditepis dengan tegas oleh Kades Hadi Surigo, itu tidak benar.

“Saya dan Pemerintah kalau dikatakan mengabaikan kegiatan adat Kebo-Keboan itu tidak benar. Buktinya sebelum situasi Covid dianggarkan senilai 80 juta dan beberapa kali dilaksanakan, dan yang sekarang pun juga sudah dianggarkan, namun dipending pengajuan anggaran untuk kegiatan seperti itu ditiadakan karena Covid. Jadi keliru kalau dikatakan Pemerintah Desa tidak perhatian pada kegiatan adat yang sudah rutin dilaksanakan itu. Pemerintah Desa juga sangat ingin kegiatan Kebo-Keboan berjalan normal seperti biasanya “, tepisnya.

Sementara Agus Suhaili tokoh masyarakat Dusun Krajan Alasmalang yang mengaku pernah mengangkat kegiatan adat “Kebo-Keboan” menjadi sebuah kegiatan masuk agenda nasional. Dalam keterangannya kepada awak media mengatakan. Hendaknya Pemerintah Daerah memsupport kegiatan adat “Kebo-Keboan” di desanya. Argumennya, karena ritual adat “Kebo-Keboan” sebuah kegiatan yang bisa dibilang sudah dikenal oleh masyarakat luas baik nasional bahkan internasional. Agus Suhaili juga berharap kegiatan adat “Kebo-Keboan” tidak jadi beban dan tidak membebani masyarakat tapi hendaknya justru bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat. (r35).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *