Kabaroposisi.net | BANYUWANGI – Konflik di Perkebunan Bumisari yang berkepanjangan sepertinya mengharuskan para tokoh muda wilayah Desa Bayu dan Desa Songgon Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi angkat bicara. Mereka menyampaikan aspirasinya dengan cara pasang benner dengan judul “PERNYATAAN SIKAP” Sabtu 6/8/2022 terbentang di perbatasan Desa Bayu dan Desa Songgon.
Yang mana isi dari “PERNNYATAAN SIKAP” tersebut ungkapan keresahan masyarakat Desa Bayu dan Desa Songgon dampak dari tak kunjung usainya konflik yang terjadi di Perkebunan Bumisari. Karenanya melalui benner tersebut masyarakat Desa Songgon dan Desa Bayu sampaikan aspirasinya ditujukan kepada Penegak Hukum, Bupati, dan DPRD Banyuwangi untuk ambil langkah tegas menyelesaikan konflik di Perkebunan Bumisari.
Sebagaimana penyampaian salah satu aktivis senior yang juga tokoh muda Desa Songgon Hendik Keriwul,
“Awalnya kami masa bodoh amat dengan konflik di Kebun Bumisari, tapi semakin lama kok semakin terasa dampaknya ke masyarakat semakin banyak yang tidak terlibat karena ada oknum yang mempengaruhi untuk pihak sana sini. Kami dan masyarakat merasa resah dan tidak nyaman hidup di lingkungan yang warganya saling bermusuhan. Tolong, kepada Bupati, DPRD, juga Penegak Hukum untu merespon kondisi kami, mohon konflik Kebun Bumisari segera dicari solusi penyelesaiannya”, ungkap dan harap si Hendik Keriwul.
Rohman Pemuda sekitar wilayah konflik juga menyampaikan pendapatnya melalui media,
“Semenjak maraknya konflik di Perkebunan Bumisari warga semakin tidak rukun, keharmonisan antar tetangga mulai menurun, warga mulai terkotak-kotak ada pro ada yang kontra, ini jelas gak nyaman dalam hidup bermasyarakat”, pendapatnya.
Sementara diketahui dari penyampaian Hendik Keriwul berikutnya, bahwa masyarakat Desa Songgon dan masyarakat Desa Bayu banyak yang menggantungkan nasib hidupnya bekerja di Perkebunan Bumisari. Begitupun lanjut Keriwul, warga yang disebutnya sebagai “Pejuang Tani” dan menguasai tanah Kebun Bumisari di Afdeling tertentu juga ada masyarakat Desa Bayu dan Desa Songgon.
“Karena beda pemikiran maka terjadi gab yang sangat jelas antara kelompok para Pejuang Tani dengan masyarakat kaum buruh Kebun Bumisari. Disinilah letak kesenjangan sosial antar warga yang terjadi”, pungkas Hendik.
Senada dengan yang sebelumnya, Wahyudi salah satu aktivis muda asal Songgon juga mengatakan dengan kalimat bernada pertanyaan,
“Bupati dimana…? DPRD dimana….? Polres di mana… ? Kok seakan-akan diam dan membiarkan rakyatnya bermusuhan. Bukankah ini adalah tugas Pemerintah untuk selalu menjamin rakyatnya hidup rukun”, ungkapnya.
Tokoh Pemuda yang lain Dana Wijaya, berargumen bahwa diduga adanya pembiaran, berimbas kepada masyarakat yang tidak terlibat dalam konflik tersebut. Yang awalnya hidup rukun berdampingan, kali ini sangat berbeda jadi bermusuhan. Sekarang sudah mulai saling lirik sini lirik sana, saling menjastis sini menjastis sana, saling merasa paling benar.
“Terakhir kami sampaikan hentikan provokasi-provokasi menabrak hukum kepada masyarakat Bayu dan Songgon. Kami ingin kondisi lingkungan kami aman dan nyaman tanpa ada konflik seperti sedia kala. Jika memang tidak bisa diingatkan, maka jangan salahkan jika kami masyarakat Songgon dan Bayu ambil langkah sendiri akan mengusir semua oknum profokator yang masuk wilayah kami“, Tegas Dana Wijaya. (*Red).