KABAROPOSISI.NET.|BANYUWANGI – Beberapa waktu lalu Pemerintah Desa Sragi Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur, dalam rangka sambut Tahun Baru Islam 1444 H dan Hari Jadi Desa Sragi (HARJASA) Ke-119, gelar kegiatan Kirab ribuan Santri. Mungkin masih rentetan dari dalam rangka Tahun Baru Islam dan Hari Jadi Desanya, hari ini Minggu 7/8/2022 melaksanakan Upacara Tradisional (Adat Jawa) yang dikenal dengan istilah “Ruwatan”.
Dikutip dari beberapa sumber tradisi “Ruwatan” digagas oleh Sunan Kalijaga yang punya peran sentral dalam mengajarkan agama dalam budaya dan adat Jawa di masanya. Tradisi “Ruwatan” dimaksutkan sebagai sarana pengalihan dari tata adat tradisi Kerajaan Hindu ke tata cara tradisi Kerajaan Islam. Tradisi “Ruwatan” menjadi sarana Upacara pembersihan untuk membebaskan seseorang dari kemalangan (balak) dari akibat yang bukan berasal dari diri sendiri, biasanya selalu diikuti dengan pertunjukan “Wayang Kulit” dan tradisi slametan (Tasyakuran).
Upacara “Ruwatan” sebagai salah satu warisan upacara tradisional Jawa yang sampai sekarang masih dilestarikan. Salah satu contoh yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Sragi dalam rangka peringati Hari Jadi Desa-nya Ke-119 yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1444 H bulan Muharam (Syuro) kali ini. Di tahun-tahun sebelumnya (sebelum masa pandemi covid-19), Pemerintah Desa Sragi peringati Hari Jadi Desanya (Tradisi Ruwatan) dengan meriah dan dipastikan ada hiburan rakyat berupa pagelaran “Wayang Kulit” dan kesenian rakyat lainya.
Namun setelah masuk masa pandemi kegiatan tradisi “Ruwatan” digelar dengan cara sederhana, termasuk kali ini cukup dengan selamatan (Tasyakuran) dan untuk seremonial tradisi “Ruwatan” cukup menghadirkan seorang “Dalang” untuk memandu prosesi ritual “Ruwatan”. Kepala Desa Sragi Hartono dalam konfirmasinya mengatakan, bahwa sebenarnya untuk kegiatan memperingati Hari Jadi Desa Sragi disengkuyung masyarakat sesuai dengan Perdesnya. Mengingat situasi kondisi yang tidak memungkinkan, sementara tradisi harus tetap dilakukan maka kegiatan digelar secara sederhana dan untuk biaya kegiatan tidak melibatkan masyarakat.
Pada umumnya dalam tradisi “Ruwatan” dilakukan dengan pagelaran pewayangan (Wayang Kulit) yang membawa cerita “Murwakala” dan dilakukan oleh dalang khusus yang memiliki kemampuan dalam bidang ritual “Ruwatan”. Ruwatan “Murwakala” adalah salah satu upacara adat yang dilakukan dipercaya untuk membebaskan diri (Wong Sukerta) dari gangguan “Bathara Kala”.
Dalam upacara tradisi “Ruwatan” diawali dengan pitutur lakon oleh Ki Dalang Sentot tentang “Murwakala” yang menceritakan asal-usul lahirnya “Bathara Kala” berikut prilaku dan sifat-sifatnya yang kerap kali mendatangkan mara bahaya (balak) dalam kehidupan. Sebagai simbol untuk menghilangkan sifat dan pilaku yang tidak baik yang bisa mendatangkan mara bahaya pada diri sendiri dan orang lain, maka dilakukan ritual potong beberapa helai rambut kepada Kepala Desa, Anggota BPD, dan semua Perangkat Desa Sragi.
Selanjutnya potongan helai rambut atas petunjuk Ki Dalang pemandu ritual “Ruwatan Murwakala” untuk dipendam di area perkantoran Pemerintahan Desa Sragi dilanjutkan dengan selamatan (tasyakuran) potong tumpeng dan ramah tamah bersama. (r35/ktb).