Warga Bekas Keraton Wijenan, Akan Ramaikan Hari Raya Ke 7 Gelar Grebeg Kupat Sewu & Majelis Sholawat

Kabaroposisi.net.|BANYUWANGI – Setelah satu bulan penuh laksanakan ibadah puasa Ramadhan 1444 H, maka 1 Syawal Idul Fitri adalah hari kemenangan bagi umat Muslim. Yang mana sejak hari pertama Idul Fitri semua umat Muslim saling bersilaturrahmi, bersalam-salaman, saling bermaaf-maafan satu sama lainnya.

Di moment hari Raya Idul Fitri yang secara umum dirayakan selama 7 hari itu, ada beberapa wilayah tertentu di Indonesia. Yang menutup perayaan Idul Fitri dengan mengadakan adakan adat relegi selamatan Ketupat (Kupatan). Salah satu diantaranya adalah masyarakat Muslim Dusun Wijenan Lor Desa Singolatren Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi. Akan gelar acara “Grebeg Kupat Sewu” pada hari Jumat tanggal 28 April (Idul Fitri hari ke 7).

Sebagaimana dikutip dari sejarah Babat Belambangan nama Dusun Wijenan Lor, dulu di masa kejayaan Kerejaan Blambangan pernah berdiri Kraton dengan sebutan Kraton Wijenan yang dipimpin oleh Raden Mas Purba berjuluk Pangeran Danureja. Kraton Wijenan lahir setelah Kraton Macan Putih mengalami kehancuran akibat dari perang saudara.

Terkait akan digelarnya selamatan Ketupat/Kupat/Kupatan yang disebutnya dengan istilah “Grebeg Kupat Sewu” di Dusun Wijenan Lor. Seperti disampaikan oleh Rudy Hartono yang lebih akrab dengan sebutan nama Rudy Telok Lemak di kalangan seprofesinya (Jurnalis). Kegiatan selamatan Kupatan pada hari raya ke 7 di dusunnya dilaksanakan, selain sebagai penanda puncak perayaan Hari Raya Idul Fitri. Juga nguri-nguri budaya relegi yaitu sedekah pada sesama yang pernah dilakukan oleh salah seorang dari Wali Songo yaitu Sunan Kalijogo.

Selanjutnya kata Rudy, kegiatan selamatan Kupatan di Dusun Wijenan Lor digelar cukup meriah untuk kali keduanya tahun 2023 ini. Dan untuk tahun ini sekalian ada kegiatan Majelis Sholat di malam harinya. Moment tersebut kata Rudy, bisa juga dimaknai dengan sebagai penanda perpisahan sanak, saudara atau kerabat Wijenan Lor yang hendak mudik balik kembali tempat kerja/perantauan.

Sekilas tentang prosesi kegiatan diceritakan oleh Rudy, bahwa warga Wijenan Lor sehari sebelumnya (Idul Fitri hari ke 6) ramai-ramai serempak memasak Ketupat. Di hari ke 7 setelah dilakukan doa bersama dan arak-arakan, Ketupat/Kupat dikumpulkan di satu tempat berikut sayur pelengkap, selanjutnya disuguhkan untuk masyarakat secara umum.

Di akhir penyampaiannya Rudy sedikit mengutip filosofi Ketupat/Kupat/Kupatan yang pernah disampaikan Sunan Kalijogo. Kata Ketupat atau Kupat/Kupatan simbol “Ngaku lepat/ngaku kalepatan” (mengakui kesalahan). Yang mana pengakuan atas kesalahan disampaikan dengan cara silaturrahmi bersalam-salaman saling bermaaf-maafan. Sambung Rudy, masih ada filosofi lain di balik sebutan Ketupat/Kupat/Kupatan budaya relegi yang digagas oleh Sunan Kalijogo itu. Antara lain mulai dari bentuknya yang segi empat, anyaman Janur kuning dan isi beras, itu semua mengandung makna pesan moral. (ktb).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *