Kabaroposisi.net | Blora – Mendekati pilihan legislatif daerah Blora rencana digelar bulan Februari tahun 2024 Badan Kesatuan Bangsa Politik kabupaten Blora gelar koordinasi diskusi politik hari ini Rabu 24/05/2023 di resto joglo bertajuk peran aktif partai politik untuk meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilu serentak. Hadir Bawaslu Blora, KPU Blora, Akademi universitas Bojonegoro, Parpol.
Lulus Mariyonan Ketua Bawaslu Blora sebagai narasumber dalam giat tersebut menjawab pertanyaan dari anggota partai Gerinda terkait PSU Pemungutan Suara Ulang menjelaskan, ” Sebisa mungkin di hindari, pernah dilakukan pada desa Sogo kecamatan Kedungtuban, PSU sekarang regulasi diatur tersendiri, PSU wajib dilaksanakan ketika memenuhi beberapa unsur unsur serta persyaratan persyaratan untuk melaksanakan PSU. Seperti salah satunya yang pernah terjadi di Sogo, PSU itu tindakan lanjutan dari rekomendasi pelanggaran administrasi pemilu.
” Pelanggaran administrasi pemilu terkait pelanggaran tata cara dan prosedur pemilu pada waktu itu jajaran penyelenggara Pemilu KPU salah mengambil tindakan atau keputusan begitu ceritanya,” ungkap Ketua BawasluÂ
Terkait PSU ketua KPU Blora Khamdun di hubungi melalui WA mengatakan,” Pemilih dari luar Jawa mendapatkan 5 surat 2 surat suara DPR RI dan presiden. Seharusnya hanya presiden, ” jelasnya singkat hari ini Rabu 24/05/2023
Sementara itu Narasumber dari Akademis Arief Junuwarso yang di hadirkan oleh kesbangpol memberikan pencerahan bakal calon legislatif bahwasanya biaya politik itu mahal.
” Pemilu itu bisa dikatakan bagus baik jika kehadiran pemilih ini besar dengan kehadiran sampai 90%, kehadiran pemilih menjadi barometer pelaksanaan pemilu. Dalam pemilihan legeslatif para calon untuk dapat terpilih harus dikenal dengan ini bisa dengan berbagai cara, yang murah melalui media sosial dan media mainstream dengan viral akan banyak orang mengenal bahkan mampu mengerakkan masyarakat. Seperti yang viral propinsi Lampung, Presiden pun akhirnya turun kesana, ” ujarnya
” Tidak hanya calon tetapi partai mensupport untuk mampu mengerakkan pemilih untuk hadir pemilih dengan memperkenalkan secara langsung ini memerlukan mobilitas tinggi dengan biaya juga, ini tidak sedikit biaya keluar,” ungkapnya
Lebih lanjut Arief Junuwarso menyampaikan,” Ketika pemilu setelah masa presiden Soeharto, masyarakat Indonesia masih miskin, akhirnya pemilu berikutnya menjadi pemilu transaksional, pernah saya bertemu dengan para pemimpin partai bisa menjadi seperti itu, makanya pemilu di Indonesia perlu biaya sangat besar,” tandasnya (GaS)