MENGINTIP PERMENDIKBUD 75 TAHUN 2016.

Kabaroposisi.net.|Banyuwangi – Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Permendikbud ) nomor 75 tahun 2016 adalah penyempurnaan dari Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Kepmendikbud ) nomer 44 tahun 2002. Meski ada yang sedikit bergeser dari kedua regulasi ini namun yang menjadi konsep dasarnya tetap tentang komite sekolah. Bedanya bahwa yang lama hanya berstatus keputusan tetapi yang baru sudah berupa Peraturan. Perbedaan yang kedua kepmendikub nomor 44 tahun tahun 2002 juga mengatur Dewan Pendidikan sementara yang permendikbud 75 tahun 2016 hanya membahas komite sekolah.

Latar belakang penetapan Permendikbud nomor 75 tahun 2016 adalah, bahwa untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan perlu *revitalisasi* tugas komite sekolah. Karena penekanan dari terbitnya regulasi ini adalah revitalisasi tugas komite maka semestinya yang dikedepankan adalah tugas komite sekolah.

Bacaan Lainnya

Dalam perjalanannya, pelaksanaan regulasi ini ada beberapa semangat yang hilang antara lain :

1. Pasal 5 yang mengatakan bahwa ” Bupati/wali kota, camat, lurah dan kepala desa merupakan pembina dari seluruh komite sekolah sesuai dengan wilayah kerjanya. Faktanya ketika terjadi silang pendapat antara komite sekolah dengan fihak sekolah maka fihak pembina sering tidak tahu karena tidak dilapori atau memang karena fungsi sebagai pembina jarang dimanfaatkan oleh fihak komite dan fihak sekolah.

2. Semangat yang hilang berikutnya adalah dalam sisi konsultasi dan koordinasi semestinya komite harus berkoordinasi dengan dewan pendidikan jika terdapat silang pendapat dengan fihak sekolah. Padahal penulis sering melihat fakta bahwa dewan pendidikan sering menggelar acara dengan peserta para pengurus komite sekolah. Melihat fakta ini semestinya tidak terjadi lagi silang pendapat karena fihak sekolah sudah sangat dekat komunikasi dengan dewan pendidikan karena terbangun kemitraan komunikasi yang sangat hormonis dan dinamis.

3. Pasal 6 ayat 4 bahwa yang diutamakan menjadi ketua komite sekolah adalah wali murid. Faktanya sebagainya besar ketua komite sekolah bukan wali murid tetapi adalah tokoh masyarakat. Meskipun itu tidak salah namun semangat dari pasal 6 ayat 4 regulasi ini sudah hilang.

4. Pasal 8 ayat 1 bahwa masa jabatan keanggotaan komite sekolah adalah 3 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan. Faktanya banyak pengurus komite yang masa jabatannya lebih dari 2 kali masa periodesasi.

Masih banyak semangat yang hilang dari pembentukan komite sekolah jika merujuk pada Permendikbud nomor 75 tahun 2016 yang harus sama-sama kita perhatikan agar ke depan komite sekolah benar-benar sesuai dengan semangat revitalisasi tugas komite sekolah. Hal yang paling fatal jika pembentukan komite sekolah justru tidak mencantumkan _belied_ ini sebagi rujukan regulasinya.

Akhirnya penulis berharap semoga ada keinginan dari semua fihak yang berkepentingan dengan komite sekolah untuk mengambil kembali semangat yang hilang agar keberadaan komite sekolah benar-benar bisa membantu peningkatan mutu pendidikan di sekolah. (*).

Sumber : Sudarman/Eyang Kakung.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *