Kabaroposisi.net | Blora – Pada siang hari Rabu, 5/03/2025, telah terjadi audiensi antara petani hutan dari Desa Langitan, Kecamatan Tunjungan, dengan pihak Perhutani serta CV yang bekerjasama oleh Perhutani. Audiensi ini membahas persoalan pengelolaan lahan hutan yang selama ini digarap oleh petani hutan, namun juga menjadi wilayah kerja CV yang bekerja sama dengan Perhutani.
Exi Agus Wijaya Koordinator Audensi tersebut mengatakan, Mandat perjuangan kemerdekaan Indonesia yang dituangkan dalam konstitusi. “Pasal 33 Undang-undang Dasar 45 menyatakan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” ujarnya
” Namun yang terjadi sekarang sebaliknya, pemerintah menggadaikan bumi, air, dan kekayaan alam ke tangan pemilik modal, Ini adalah adalah sebuah pengkhianatan, ” ucapnya ketika audensi
” Harusnya tanah di kawasan hutan Negara di KPH Perhutani Mantingan, bisa di akses oleh para petani hutan masyarakat Desa Nglangitan dan Gempolrejo. Bukan hanya memproritaskan Perusahaan dan mengusir petani hutan yang menggarap tanah garapan di kawasan hutan negara, ” ungkapnya.
Tegas Ketua Koordinator Audensi ini, ” Penindasan terhadap petani adalah penindasan terhadap rakyat. Sebab dengan semakin ditindasnya petani, semakin dirampasnya tanah mereka, maka semakin hancur pula kedaulatan pangan Indonesia, ”
Ketua DPRD Blora Mustofa Menyampaikan Tujuan utama audiensi ini adalah mencari solusi terbaik agar petani hutan tetap dapat bercocok tanam, sementara CV juga dapat melanjutkan kontraknya dengan Perhutani.
” Setelah melalui diskusi intensif, kedua belah pihak akhirnya mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, Alhamdulillah, kedua belah pihak telah saling menerima keputusan yang diambil pada siang hari ini. Petani hutan diharapkan dapat terus menggarap lahannya, sementara Perhutani juga dapat melanjutkan kerja sama dengan pihak CV, ” Ungkapnya
Lebih lanjut Salah satu poin penting yang dibahas adalah terkait petak lahan 105 dan 104, yang menjadi fokus perhatian petani hutan.
Sementara itu Rohasan Wakil Kepala Administrasi KPH Mantingan mengatakan Masalah tersebut sudah menemui solusi, dan petani hutan dapat melanjutkan aktivitas bercocok tanam di lahan tersebut, ” jelasnya. Namun, untuk langkah selanjutnya, petani hutan masih perlu menunggu proses penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Perhutani.
Diperlukan komunikasi lebih lanjut antara petani hutan dan Perhutani akan terus dijalin untuk memastikan semua proses berjalan lancar,” tambahnya. Selain itu, akan dibahas pula skema kerja sama jangka pendek dan jangka panjang untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan lahan hutan jelas Rohasan
“Untuk skema ke depan, kami akan memfasilitasi petani hutan agar dapat memiliki kelompok yang sama dengan CV atau PT, sehingga proses administrasi dan pembagian hasil dapat lebih transparan dan adil,” terangnya
Terkait skema pembagian hasil antara petani hutan dan Perhutani, disampaikan bahwa selama ini skema yang berlaku adalah 20% untuk Perhutani dan 80% untuk petani hutan, berdasarkan hasil bersih yang diperoleh. Skema ini mirip dengan yang telah berjalan di wilayah Kalinanas, di mana masyarakat petani hutan tergabung dalam kelompok LMDA (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) untuk memudahkan proses perizinan dan pengelolaan lahan.
Dengan tercapainya kesepakatan ini, diharapkan konflik lahan hutan di Desa Langitan dapat segera terselesaikan, dan petani hutan dapat melanjutkan aktivitas pertanian mereka tanpa hambatan. Sementara itu, Perhutani dan CV juga dapat melanjutkan kerja sama dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat setempat.
Langkah selanjutnya adalah memastikan implementasi kesepakatan ini berjalan lancar, termasuk proses penandatanganan PKS dan pembentukan kelompok petani hutan yang lebih terorganisir.
“Kami berharap ini menjadi awal yang baik untuk kerja sama yang harmonis antara petani hutan, Perhutani, dan pihak terkait lainnya,” tandasnya. (GaS)