Kabaroposisi.net | Yogyakarta – Menyambut 100 tahun kelahiran Pramoedya Ananta Toer, komunitas seniman mural Yogyakarta “Jogja untuk Pram” meluncurkan film dokumenter bertajuk “Suar Dari Blora”. Film ini menggali korelasi antara perjuangan Pramoedya dan rekan-rekannya di Pulau Buru dengan semangat seniman mural modern dalam menyuarakan pemikiran kritis melalui seni publik.
Mural sebagai Media Perjuangan, Sutradara film, Ester Kurniarini, menjelaskan bahwa “Suar Dari Blora” tidak sekadar dokumentasi karya mural, tetapi juga refleksi perjuangan lintas generasi. “Pramoedya dan kawan-kawannya berjuang menciptakan sastra di tengah keterbatasan di Pulau Buru. Kini, seniman mural Yogyakarta menghidupkan kembali gagasan kritisnya melalui lukisan di ruang publik,” ujarnya dalam peluncuran film pada Sabtu (15/3/2024).
Produksi Sederhana, Makna Mendalam. Film ini diproduksi secara mandiri oleh Simple Box Indonesia (SBI), kolektif videografi yang mengandalkan perangkat sederhana seperti iPhone. Tanpa kamera profesional, drone, atau komputer, seluruh proses—mulai pengambilan gambar, pembuatan musik latar, hingga editing—dikerjakan secara swadaya. “Kami ingin membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berkarya,” tegas Ester.
Kolaborasi di Balik Layar
Produksi film melibatkan sejumlah kreator muda, termasuk Ikhsan Shubarkah (produser dan penulis naskah), Gavri P (videografer), Yudistira W (asisten sutradara), dan Jasmine A.N. (asisten produser sekaligus seniman mural). Mereka menyoroti proses kreatif seniman di Blora, kota kelahiran Pram, yang mengubah tembok-tembok kosong menjadi kanvas pemikiran kritis.
Makna ‘Suar’ yang Menyala Tanpa Ledakan. Judul film terinspirasi dari kata “suar” (flare), yang dimaknai sebagai cahaya terang tanpa ledakan. “Pramoedya adalah ‘suar’ dari Blora, figur yang menyampaikan kritik secara elegan lewat sastra. Semangat inilah yang kami tularkan lewat mural,” jelas Ester.
Warisan untuk Generasi Muda
Koordinator Se-Abad Pram, Exi Wijaya, menegaskan bahwa film ini adalah upaya melestarikan warisan intelektual Pram. “Kami ingin generasi muda tak hanya mengenang Pram, tetapi juga meneruskan semangatnya lewat seni dan aksi nyata,” ujarnya.
“Suar Dari Blora” diharapkan menjadi pengingat bahwa seni dan sastra adalah alat perjuangan yang abadi. Film ini kini dapat diakses secara terbatas dan rencananya akan diputar di sejumlah festival independen serta diskusi publik. (GaS)