PK PGRI Banyuwangi Tunjuk M. Rifai sebagai Saksi Ahli di Persidangan Arya

Mochammad Rifai, M.Pd. diruang Persidangan Pengadilan Negri Banyuwangi (Saksi Ahli)

Kabaroposisi.net (Banyuwangi)

Sidang kasus tuduhan penganiayaan pada belasan siswa dicukur pethal-pethal oleh Guru dan pembina ekstra beladiri. Digelar Selasa 10 Desember 2019 di PN Banyuwangi, dengan agenda menghadirkan dua saksi meringankan dan satu orang saksi ahli Pendidikan.

Terkait dengan saksi ahli pendidikan, pihak Pengacara Guru Arya menghadirkan Mochammad Rifai, M.Pd. divisi Penegakkan Kode Etik Profesi Guru PK PGRI  Banyuwangi. Hadirnya Rifai sebagai saksi ahli dipersidangan awalnya ditolak oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), karena yang bersangkutan tidak membawa surat perintah dari atasan. Tetapi pihak Hakim tidak mempermasalahkan karena saksi ahli tidak atas nama dinas, tetapi sebagai pengurus PGRI yang membidangi.

Dalam persidangan pertanyaan tentang seputar Pendidikan, tentang PGRI dan tentang Guru. Tentu karena memang bidang keahliannya, Rifai lancar menyampaikan keilmuaannya sesuai dengan permintaan Pengacara dan Hakim. Di antara pertanyaan yang diajukan kurang lebih antara lain, seputar apakah tindakan mencukur rambut  siswa oleh guru itu dibenarkan menurut pandangan saksi ahli..? Kekerasan atau hukuman itu apakah dimaksud dalam pendidikan..?

Selanjutnya, Rifai juga menjelaskan secara teori pendidikan dan kekerasan sering dipertentangkan. Menurut Rifai, kekerasan (tidak membahayakan) sekali waktu dibutuhkan untuk efektivitas pendidikan khususnya pendidikan kepribadian, disiplin dan ketertiban. Termasuk menyukur rambut siswa jika dipandang tidak rapi dan tidak cocok untuk dunia anak di lingkungan pendidikan. Kesalahan dalam mencukur rambut itu tidak permanen dan tidak berdampak fatal. Jadi sah saja guru memotong rambut siswa jika dipandang tidak sesuai dengan dunia anak.

Lanjut Rifai menjelaskan, “siapapun yang peduli dan berkegiatan dengan mengurus siswa atau pendidikan secara umum bagian dari yang dilindungi UU guru no 14 tahun 2005. Dalam UU itu pada pasal 39, dijelaskan bahwa guru termasuk di dalamnya pembina ekstrakurikuler dalam menjalankan tugasnya harus dilindungi rasa aman dan nyaman. Siapa yang melindungi..? Disebutkan di pasal itu Pemerintah dan organiknya, Pemerintah Daerah, orang tua murid, masyarakat wajib melindungi tugas guru”, paparnya.

Menurut Rifai kerapian merupakan bagian dari evaluasi, dan guru memberikan hukuman untuk pendidikan adalah wilayah kewenangan otonomi profesinya. Tentu hukuman yang dimaksud adalah yang produktif dan berdampak pembentukan kepribadian atau karakter anak didik.

Pada sisi lain Rifai menyayangkan pihak kepolisian, mengapa saat penyelidikan awal tidak melibatkan divisi Penegakkan Kode Etik Profesi Guru dan Dewan Kehormatan Guru sehingga tidak dengan mudah membawa kasus itu ke ranah kriminal. (rh35/red).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *