Kabaroposisi.net | Blora – Forkopimda Kabupaten Blora belum menemukan solusi konkret terkait polemik penambangan minyak sumur tua di Ledok, Semanggi, dalam rapat yang digelar di Setda Blora, Kamis (8/05/2025). Persoalan perizinan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Blora Patra Energi (BPE) untuk pengelolaan tambang masih menjadi ganjalan utama.
Regulasi Ketat, Penambang Terhimpit
Wakil Bupati Blora, Sri Setyorini, menegaskan bahwa tuntutan penambang tidak dapat dipenuhi karena bertentangan dengan regulasi. “Jika dilanggar, sanksi pasti diterapkan,” tegasnya. Pemerintah kabupaten berencana mengirim surat kepada Menteri ESDM untuk memediasi percepatan perizinan. “Konsep surat akan disusun malam ini dan diajukan ke Bupati besok untuk dibawa ke Semarang,” tambahnya.
Penambang, yang mengandalkan aktivitas tersebut sebagai mata pencaharian, menuntut kepastian izin. “Produksi terhambat, pendapatan masyarakat terhenti,” ujar Sri.
Ancaman Kebakaran dan Kerugian Ekonomi
Dariyanto, Ketua Perkumpulan Penambang Minyak Sumur Timba Ledok (PPMSTL), memperingatkan resiko kebakaran akibat penumpukan minyak mentah di separator terbuka, terutama dengan meningkatnya suhu di musim kemarau. “Flashpoint minyak semakin sensitif. Kami mengusulkan izin timbun sementara di tangki Kilang Pertamina EP Cepu untuk mengurangi bahaya,” jelasnya.
Ia juga menyoroti kerugian teknis jika sumur tidak segera beroperasi. “Sumur yang menganggur berisiko terkena *water blocking* dan *mud blocking*, membutuhkan waktu 1-2 bulan dan biaya besar untuk pemulihan,” papar Dariyanto. Menurutnya, BPE harus bertanggung jawab secara moral atas dampak ini.
Dampak Sosial dan Tata Kelola Sumber Daya
Exi Agoes Wijaya dari KUD Makmur Jati menekankan bahwa masalah ini bukan sekadar “kutukan sumber daya alam”, melainkan kegagalan tata kelola. “Sumber daya bukan kutukan, tapi regulasi yang tidak adil dan manajemen koruptiflah yang merusak,” tegasnya.
Ia membandingkan Blora dengan Bojonegoro, yang sukses mengelola migas berkat kebijakan pro-rakyat. “Konflik sosial akan meledak jika 1.000 penambang kehilangan penghidupan tanpa solusi,” tandas Exi.
Menanti Langkah Nyata
Pemerintah daerah kini berada di persimpangan: antara menegakkan regulasi atau menyelamatkan ekonomi lokal. Nasib ribuan penambang dan ancaman lingkungan menjadi taruhan, sementara waktu terus berjalan tanpa kepastian. (GaS)