MENJADI GURU MERDEKA YANG MEMERDEKAKAN

Oleh : Mochammad Rifai

Kepala SMA NEGERI TARUNA SANTRI DARUSSHOLAH Singojuruh,Banyuwangi.

Kabaroposisi.net_Banyuwangi

Negara-negara maju jangan dikira tidak ada persoalan dengan masalah kualitas dan layanan pendidikan. Problematika pendidikan di negara maju yang paling dikhawatirkan adalah persoalan karakter. Ternyata persoalan karakter harus digarap melalui proses pendidikan ini justru di negara-negara maju menjadi problema utama. Kekawatiran para stakeholder negara-negara maju terhadap masa depan bangsanya yang berkaitan dengan pendidikan karakter merupakan bukti logis. Bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi digital utamanya membuat para pengambil kebijakan tertinggi pendidikan khawatir anak-anak kelak menjadi manusia yang kehilangan beberapa nilai kemanusiaannya.

Fenomena ancaman degradasi nilai kemanusiaan seperti rasa empati dan simpati serta watak-watak sosial religius menjadi kering, diacuhkan. Egoisme yang secara secara tidak langsung terpola oleh program-program perangkat lunak yang ada di android, game dan berbagai hiburan lain. Kecanggihan teknologi benar-benar bisa mengalihkan perhatian memalingkan hati anak terhadap lingkungan dengan keasyikan masing-masing berinteraksi dengan alat yang tak punya hati.

Sebagai gambaran di atas nyata di depan mata,  dari protret kehidupan kota sampai pelosok negeri, dari negara miskin sampai negara makmur. Mereka serius menangani masa depan nasib bangsanya. Dan semua persoalan masa depan bangsa tentu berurusan dengan pengelolaan generasi muda penerus. Pendidikanlah muara dari persoalan penanganan generasi muda ke depan. Persoalan pendidikan dan segala yang bersinggungan dengan pendidikan formal tentu subjek utamanya adalah guru sebagai pendidik.

Teknologi benar-benar hadirnya di samping membawa nilai positif, praktis-pragmatis, memudahkan sebagian urusan kita, namun pada sisi lain bisa menjadikan sebuah ancaman. Teknologi digital sangat berpotensi bisa merebut hati manusia. Manusia dipaksa mengikuti irama kecanggihan yang ditawarkan dan disajikan dalam bentuk perangkat-perangkat lunak yang mengasyikan.

Mas Nadiem di usia 35 tahun diangkat oleh Presiden Joko Widodo sebagai kabinet yang mengurusi pendidikan bukan tanpa alasan dan pertimbangan yang matang. Saatnya anak muda ditampilankan untuk menangani hal yang sangat strategis untuk masa depan bangsa. Satu di antara yang menjadi keyakinan Presiden bahwa di dalam dada anak muda terdapat setumpuk ambisi-ambisi yang bisa disumbangkan ke negara. Optimisme dari model memberikan sambutan-sambutan dengan bahasa yang lugas, faktual, melihat kenyataan hari ini dengan pola dan mindsed yang tidak perlu ndakik-ndakik, ngilmiah banget, melainkan memberikan gambaran tentang ‘ladang basah’  yang harus segera dikerjakan. Tidak perlu rumit, banyak rapat, atau terikat oleh nilai-nilai normatif yang cenderung tidak produktif.

Guru harus menjadi pendidik yang merdeka dan murid juga harus menjadi pembelajar yang merdeka dan sejahtera. Guru sebagai pendidik tetap menjadi penentu dan tidak mungkin digantikan dengan alat yang canggih sekalipun. Persoalannya kehadiran guru di kelas apakah sudah sesuai dengan harapan anak? Di sinilah kualitas dan kredibilitas guru dipertaruhkan tidak hanya dari sisi keilmuannya, kepribadiannya. Tetapi juga kesanggupan untuk menjadi penggerak mereka untuk bisa menguban mindset yang selaras sebagai bekal mengahadapi  zamannya.

Jadi merdeka dan sejahtera bukan hanya menjadi milik dominan kebutuhan guru dan orang tua.  Justru rasa merdeka dan sejahtera yang ada di benak anak-anak itu kebutuhan utama. Dengan harapan agar mereka cepat tumbuh kembang beradaptasi dengan perubahan-perubahan besar yang menunggu di pintu gerbang sekolah. Yang lebih menantang dari Mas Bos Gojek ini, setengah memerintahkan kepada jajaran sekolah untuk melakukan langkah-langkah kreatif inovatif tanpa harus disuruh-suruh atau menunggu perintah atasan.

Tantangan sekaligus peluang bagi sekolah untuk melakukan langkah-langkah program yang memungkinkan bisa segera mendinamisasikan suasana sekolah lebih produktif dan akseleratif.

Sebelum jauh ke sana, mengikuti arahan Mas Menteri lulusan Harvard University ini, tentu kita harus paham dan mau memahami konsep dasar awalnya yaitu jadikan diri kita guru sebagai pendidikan profesional yang merdeka, dan yakinkan bahwa anak-anak sebagai peserta didik juga diajari dan dilayani sebagai manusia yang merdeka dan butuh bimbingan menjadi manusia yang merdeka. Jadilah konsep pendidikan yang memerdekaan sekaligus menyejahterakan. Logisnya siapapun yang belum berjiwa merdeka apalagi belum sejahtera pertemuan kelas dalam kegiatan belajar mengajar simpang-siur bahkan bisa sebagai tempat penyiksaan baik oleh guru maupun apalagi siswanya sebagai makhluk yang lemah.

Saatnya kita untuk berubah dan menciptakan perubahan. Dirupsi pendidikan menurut Mas Menteri akan dapat berjalan baik dan akseleratif ditentukan perubahan-perubahan kultur di sekolah. Sekolah tidak boleh bergerak lambat apalagi stagnan untuk menciptakan kondusivitas yang cenderung tidak produktif dan hanya mempertahankan zona nyaman. Apa kata Mas Nadiem, bahwa melakukan perubahan itu sulit dan sering membawa ketidaknyamanan. Benar sekali itu dan bahkan membuat perubahan itu juga membawa berisiko. Perlu strategi, cara dan pendekatan sudah tentu bagian dari manajemen seorang pimpinan. Selamat Hari Guru, guru bergerak maka kapal besar Indonesia akan bergerak. (red).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *