“Enam Proyek DPRD Probolinggo Didominasi Rekanan Luar: AMPP Curiga Ada ‘Sutradara’ Tender”

Gedung DPRD Kab. Probolinggo

­Probolinggo|kabaroosisi.net,.-Aroma mencurigakan terkait enam proyek DPRD Kabupaten Probolinggo semakin terasa. Data dari LPSE menunjukkan bahwa proyek-proyek ini didominasi oleh rekanan dari luar daerah, terutama Surabaya.

LSM AMPP menyoroti pola ini, yang dapat diibaratkan seperti sebuah teka teki yang terlalu rapi, sehingga menciptakan kecurigaan akan adanya pihak tak terlihat yang mengatur arah tender.

Bacaan Lainnya

Proyek-proyek tersebut, yang melibatkan anggaran ratusan juta hingga miliaran rupiah, mencakup rehabilitasi bangunan, peningkatan fasilitas lift, serta pembangunan area parkir.

Ironisnya, mayoritas dari enam paket tersebut justru dikerjakan oleh kontraktor luar Probolinggo, padahal ada banyak pelaku usaha lokal yang seharusnya mampu bersaing.

Ketua AMPP, H. Luthfi Hamid, kini berbicara tanpa menyembunyikan pendapatnya.

  • Ia menyatakan dengan tegas bahwa situasi ini jauh dari dinamika tender yang biasa. “Enam proyek dan rekanan lokal hampir tidak terlibat? Ini bukan fenomena, ini skenario,” ujarnya.

Luthfi menganggap bahwa dominasi kontraktor luar tidak muncul tanpa sebab. “Tidak mungkin ada pola yang kebetulan berulang enam kali berturut turut. Jika jalur dan pemenangnya serupa, serta daerahnya itu tu saja, wajar jika publik curiga siapa yang mengendalikan?” tandasnya.

Ia merujuk pada arahan KPK yang menekankan perlunya memprioritaskan rekanan lokal melalui e-katalog, serta mengikuti prosedur penyediaan lokal jika opsi dalam e-katalog tidak tersedia.

Instruksi ini, ibarat jalan raya yang dirancang untuk mendorong kendaraan lokal melintas, bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah dan meminimalisasi risiko praktik curang dalam tender. Namun, kenyataannya di DPRD Probolinggo justru sebaliknya. “Apa yang terjadi bertolak belakang dengan semangat KPK. Rekanan lokal seolah dipinggirkan di wilayahnya sendiri,” serunya.

Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Probolinggo, Mochammad Al-Fatih, menegaskan bahwa tidak ada kewajiban untuk menggunakan rekanan lokal dalam pengadaan barang dan jasa. “

Sekarang semua berbasis e-katalog versi 6. Pengadaan pun tidak diwajibkan untuk menggunakan penyedia lokal,” ungkapnya.

Pernyataan ini dianggap oleh AMPP sebagai indikasi bahwa DPRD tampak “melepaskan kendali” dalam memastikan dukungan kepada pelaku usaha daerah.

AMPP juga mengungkapkan keprihatinan terhadap selisih signifikan antara pagu dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dari beberapa proyek.

“Ketika HPS jauh di bawah pagu, publik berhak bertanya: siapa yang merancang? Siapa yang diuntungkan? Mengapa terjadi margin yang begitu besar?” tanya Luthfi.

Ia menegaskan bahwa keadaan seperti ini sering menjadi indikator penting dalam dugaan adanya permainan proyek di berbagai daerah.

“Jika semua mengarah ke satu titik, jangan salahkan publik yang bertanya siapa yang sebenarnya mengendalikan proyek ini,” ungkapnya.Luthfi.

Fenomena ini tidak hanya sekadar masalah proyek yang jatuh ke luar daerah, melainkan juga mencerminkan adanya pola yang berulang. “Jika banyak proyek berasal dari satu daerah pemenang dengan jalur yang selalu mulus untuk pihak tertentu, wajar jika publik bertanya siapa yang sebenarnya mengatur proyek tersebut,” jelasnya.

AMPP memastikan bahwa mereka sedang menyusun rangkaian data lengkap, termasuk pola pemenang, metode pemilihan, serta analisis HPS dan pagu.

“Jika data tersebut menunjukkan adanya dugaan pelanggaran, kami akan membawanya ke ranah hukum. Ini bisa menjadi skandal besar,” tegasnya.

Ia menutup dengan pernyataan yang tajam, “Ini adalah gedung wakil rakyat. Namun jika proyek lebih menguntungkan rekanan luar, publik berhak mempertanyakan siapa yang sebenarnya diwakili oleh DPRD.”

Catatan oleh Kabiro kabar oposisi Probolinggo ;

Apakah UU Otonomi Daerah hanya dimanfaatkan untuk mengendalikan rakyat melalui pajak, tanpa memberikan kesempatan untuk dijadikan sebagai landasan kebijakan yang mendukung pengadaan barang dan jasa yang transparan, adil, dan lebih mengutamakan penggunaan sumber daya lokal?”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *