Kediri Kabaroposisi.net, _ Carut marut keuangan BPJS bikin resah warga pemakai BPJS dan Rumah sakit penerima layanan BPJS berbuntut panjang.
Hak atas kesehatan adalah hak asasi manusia yang fundamental demi terlaksananya hak asasi lainnya. Setiap orang berhak menikmati standar kesehatan tertinggi yang dapat dijangkau, manusiwi dan berkualitas bagi kehidupan manusia yang adil dan beradab, sesuai dengan cita-cita bangsa, sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD 1945.
Aksi dari MKLB ( Menuju Kediri Lebih Baik ) (06/11/19) di depan Pemda Kediri dan DPRD kab Kediri. Menuntut kanaikan BPJS dan peningkatan pelajanan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Hak atas kesehatan sebagai bagian dari seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Menjadi konsekuensi logis hak atas kesehatan harus dilindungi dan dipenuhi secara maksimal serta tidak ada tindakan yang bersifat mengurangi, menghalangi, membatasi, apalagi mencabut hak asasi tersebut.
Hak atas kesehatan secara tegas telah dijamin dalam instrumen hukum dan HAM, baik nasional dan internasional. Instrumen nasional merujuk pada ketentuan Pancasila dan UUD Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta UU Sistem Jaminan Sosial Nasional-UU SJSN.
Kondisi Sistem Jaminan Kesehatan rakyat di Indonesia saat ini, terutama warga kabupaten Kediri sangat memprihatinkan.
Pemerintah Indonesia memang sudah berupaya mewujudkan hak rakyat atas Jaminan Kesehatan tersebut, dan
rakyat mengapresiasinya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya banyak sekali timbul permasalahan dan harus dilakukan evaluasi.
Kesalahan awal adalah lahirnya BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai pelaksananya. Dengan mengalihkan pelaksanaan jaminan kesehatan rakyat ke pihak ketiga maka seketika hilanglah hak rakyat atas Jaminan Kesehatan secara gratis.
Ketidaksiapan management BPJS bahkan terkesan dipaksakan mengakibatkan permasalahan kebijakan menjadi tumpang tindih, pelayanan tidak maksimal dan yang terparah adalah terjadinya defisit anggaran. Banyak dugaan management BPJS Amburadul terbukti hutang kepada banyak rumah sakit.
Dan lagi-lagi jalan keluar yang diambil Pemerintah dalam menutup kekurangan anggarannya adalah dengan menaikan Tarif Iuran BPJS bahkan 100% sesuai yang tertuang dalam Pasal 34 Perpres 75 tahun 2019 yaitu untuk Kelas I sebesar Rp.160.000,00/orang/bulan, Kelas II sebesar Rp.110.000,00/orang/bulan dan Kelas III sebesar Rp.42.000,00/orang/bulan.
Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan itu ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 2019 oleh Presiden Joko Widodo.
Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terlebih dahulu di internal BPJS sebagai pelaksananya sampai ke pelayanan yang diberikan kepada pesertanya, sebelum memutuskan menaikan Iuran BPJS. Tentu kenaikan Iuran sebesar 100% ini akan semakin membebani rakyat, ditengah kondisi ekonomi Indonesia saat ini yang tidak stabil.
Tingginya biaya hidup tidak dibarengi dengan layaknya pendapatan rakyat. Kenaikan Iuran BPJS, Harga kebutuhan pokok yang tinggi, biaya pendidikan, biaya listrik, biaya bbm juga biaya hidup lainnya tentu menambah penderitaan rakyat dan rakyat harus berusaha keluar sendiri dari segala macam permasalahan yang sedang dihadapi tersebut.
Hal ini juga merupakan bentuk pelarian tanggungjawab pemerintah Indonesia untuk mensejahterakan rakyatnya. Lebih jauh lagi tentu bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 yang seharusnya diwujudkan bukan diingkari. Oleh karena itu, Kebijakan menaikan iuran BPJS sebesar 100% jelas sebuah kebijakan yang salah karena semakin menambah beban hidup rakyat.
Sangat Ironis sekali kalau BPJS naik, namum pembayaran BPJS kepada pihak rumah sakit tersendat sendat. Yang membuat pengelola rimah sakit kalang kabut mencari dana talangan, demi menjaga mutu rumah sakit dan pelayanan kepada pasien. (pra/sul)