Pancasila Yang Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Oleh: Pendiri Kaukus Pancasila dan Ketua DPP Alumni GMNI, Eva Kusuma Sundari

 

KABAROPOSISI.NET | Jakarta, _ “Dengan jiwa berseri – seri mari berjalan dengan terus, jangan berhenti, Revolusimu belum selesai, jangan berhenti sebab siapa yang berhenti, akan diseret oleh sejarah, dan siapa juga yang menentang jarak dan arahnya sejarah, tidak perduli ia dari bangsa apapun ia akan digiling dan digilas oleh sejarah” – Ir. Soekarno.

Seorang nasionalis seperti halnya Soekarno tidak akan pernah berhenti berpikir tentang dan untuk Indonesia. Bagi para nasionalis Revolusi tidak akan pernah berhenti hingga tujuan proklamasi yaitu Indonesia sebagai mercusuar dunia menjadi kenyataan.

Gagasan dan mimpi Sukarno tidak terhenti di pembentukan sosialisme Indonesia, tetapi juga untuk tatanan dunia dalam bentuk sosialisme dunia yang berdasar Ketuhanan. Pikiran demikian konsisten diutarakannya dalam baik saat menyusun Marhaenisme dan kemudian kelak menjadi Pancasila.

Dalam Marhaenisme, Sukarno mengajukan 3 postulat sekaligus sebagai tahapan perjuangan bangsa. Pertama, socio nasionalisme yaitu masa bersatu memerdekakan diri dari penjajahan.

Eva Sundari

Kedua, socio demokrasi yang berisi perjuangan mensejahterakan bangsa melalui demokrasi politik dan demokrasi Ekonomi. Ketiga, Ketuhanan karena bangsa Indonesia religius, bahkan sebelum kedatangan agama-agama.

Ketuhanan, juga merupakan ciri dan pembeda Ideologi Sosialisme Indonesia dengan menolak bentuk negara agama maupun negara sekuler seperti Komunisme apalagi Neo Imperialisme (Kapitalisme). Soekarno bahkan menegaskan bahwa Tuhanlah sumber energi saat ia memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Merujuk Sukarno, maka chaos pandemi global saat ini harus kita olah sebagai peluang untuk menciptakan kemajuan-kemajuan bagi Indonesia.

Era normal baru merupakan saat tepat mewujudkan Ideologi Gotong Royong dari Pancasila yang inklusif. Hampir dipastikan cara hidup manusia saat merespon pandemi akan berkelanjutan meski pandemi kelak berhenti.

Sikap yang menolak (denial) terhadap realitas normal baru malah akan membuat bangsa ini terkucil bahkan bisa hilang dari komunitas dunia. Sebaliknya, sikap menerima (acceptance) dan terbuka akan memunculkan kreatifitas, inovasi, kerjasama yang bisa mengantar kita menjadi pemenang.

Gotong royong di tengah masyarakat yang selama ini ditunjukkan harus dilanjutkan dengan para pihak yang lebih luas termasuk dengan negara/ pemerintah. Persatuan selalu menjadi kunci kemenangan saat berperang termasuk menghadapi musuh virus maupun dengan pesaing negara-negara lain.

Entrepreneurisme Kunci Kemajuan

Tidak ada negara konsumen yang bisa menjadi negara kaya dan mercusuar dunia. Indonesia harus bertransformasi menjadi negara pencipta atau negara industri. Pandemi membuka mata kita bahwa kita punya potensi ke arah itu apalagi pasar domestik kita terbesar keempat di dunia.

Kita menjadi saksi bahwa rempah-rempah menjadi primadona baru dalam perdagangan dalam dan luar negeri. Perikanan malah menunjukkan kenaikan ekspor selama pandemi. Demikian juga bisnis rumahan oleh para Ibu rumah tangga bermunculan melalui sosmed.

Sebagai negara tropis terbesar di dunia, kita mempunyai peluang menjadi lumbung makanan dunia. Menjadi negara industri sudah bisa kita mulai setelah terbukti kita sukses mengolah nikel dan CPO menjadi bahan bakar. Ancaman krisis pangan dunia paska pandemi harusnya menjadi peluang ekspor kita.

Selama pandemi, perekonomian Indonesia tidak berhenti. Di banyak kepulauan di Indonesia Timur penduduknya terbebas dari virus corona. Mereka bahkan sedang mendiskusikan strategi pengembangan pariwisata kepulauan dan mencari insentif-insentif agar investor mau membuka kantor untuk bisnis di pulau mereka.

Pemikiran harus tetap dihidupkan untuk mencari terobosan, pembaharuan, penemuan demi memberi nilai tambah dan kemajuan bagi masyarakat dan bumi. Ibadah kepada Tuhan, kemanusiaan, kepentingan bersama (termasuk dengan alam), demokrasi dan keadilan menjadi orientasi prinsip dan nilai bagi semua upaya tersebut.

Revolusi di imajinasi tidak boleh berhenti kata Soekarno, bongkar-susun yang baru adalah siklus permanen dalam perjuangan untuk mensejahterakan bangsa.

Masyarakat Indonesia yang egalitarian dan berjiwa Gotong royong harusnya menjadi modal besar bagi munculnya para entrepreneur yang kreatif dan inovatif. Kepribadian Indonesia yang terbuka dan pro keberagaman perlu difasilitasi negara dengan hard capital berupa penyediaan akses internet gratis karena WiFi sudah menjadi kebutuhan dasar selain pendidikan dan kesehatan.

Inovasi adalah indikator Revolusi Imajinasi (Mental) sekaligus ia menjadi syarat kemajuan bangsa. Dalam Revolusi Mental, bukan saja kita harus membuang sikap dan tradisi sontoloyo (egoistis dan manipulatif) yang tidak produktif, tetapi hingga mampu melahirkan konsep, gagasan, pemikiran baru yang membawa Indonesia semakin maju.

Transformasi menjadi negara industri membutuhkan Manusia Merdeka sehingga bisa menghidupkan Rasa, Karsa dan melahirkan karya-karya Cipta. Kemampuan berpikir ini menjadi kunci keberhasilan saat kita belajar.

Soekarno mengingatkan Learning Without Thinking is useless, but thinking without learning is dangerous (belajar tanpa berpikir sia-sia dan berpikir tanpa belajar adalah bahaya).

Kita paham bagaimana metode blusukan (sensing) presiden membantu efektifitas penyusunan kebijakan pembangunan.

Revolusi Pendidikan Merdeka sudah diperkenalkan Mendikbud, semoga para guru sebagai pemegang kunci keberhasilan program mampu mengantar para siswa untuk kelak menjadi manusia merdeka yang berkapasitas mencipta.

Sudah selayaknya metode menghapal kita tinggalkan karena hampir semua informasi bisa dicari di internet. Sekolah harus melatih kemampuan berpikir siswa.

Bersama Vietnam, Indonesia dikatakan mempunyai kemampuan untuk recovery terbaik kedua setelah China karena ketergantungannya ke perekonomian global tidak sedalam Singapura misalnya. Tetapi peluang ini bisa hilang jika kita tidak mempunyai strategi solid dan didukung seluruh rakyat.

Saatnya pemerintah membuat detail persiapan pelaksanaan New Normal yang operasional di luar aspek kesehatan. Pelayanan publik di sektor ekonomi riil misalnya terkait logistik tidak boleh berhenti dengan dalih #workfromhome (bekerja dari rumah).

Peter Senge (Necessary Revolution 2010) menekankan perlunya Individual dan organisasi (termasuk negara) net gotong royong demi kepentingan bersama (terutama dalam menjaga bumi). Sama seperti Pancasila, dia menyarankan menggunakan kecerdasan hati dulu, lalu otak dan tangan (hearts-head-hands).

Menggunakan Pancasila akan bisa mengantar kita untuk cerdas secara spiritual demi keberlanjutan hidup kita secara harmonis dengan alam dan Tuhan.

Pos terkait